top of page

Untitled

  • Writer: Arp 01
    Arp 01
  • Sep 6, 2019
  • 3 min read





PROSES MASUKNYA ISLAM DI BONE

Kisah tentang trio ulama asal Minangkabau lulusan studi Islam di Aceh, yang kemudian mendapat tugas dari Sultan Johor untuk menyebarkan Islam di tanah Sulawesi Selatan, sudah terlalu sering diceritakan dalam berbagai versi sehingga kita tidak perlu membahas tentang petualangannya. Cukuplah kita ketahui nama ketiga ulama itu, yakni: Abdul Makmur (Dato ri Bandang), Sulaiman (Dato ri Pattimang) dan Abdul Jawad (Dato ri Ditiro). Kesuksesan pertama mereka adalah meng-lslam-kan Kerajaan Luwu (sekitar tahun 1594) tanpa gejolak sosial maupun peperangan internal. Kemudian, Kerajaan Gowa pada 22 September 1605, juga di-lslam-kan secara musyawarah. Kesuksesan itu membuat raja yang baru masuk Islam, merasa perlu untuk menambahkan fungsi Bontoala (kawasan yang berisi tawanan perang) menjadi Basis Studi Islam.

Tetapi, untuk kasus Bone ceritanya lain. Tunipallangga Ulaweng, Raja Gowa yang memerintah pada tahun 1510 sampai 1546 sudah merintis perang dengan Bone. Fakta tersebut jelas memustahilkan Islam masuk melalui jalur damai. Tetapi, petinggi Kerajaan Gowa yang bekerja sama dengan Dato' ri Bandang tetap mengusahakan jalur damai. Misinya menarik; menawarkan Islam kepada raja Bone sekaligus menjadikan kerajaannya sebagai bawahan Gowa. Dengan demikian, dapatlah kita tebak bagaimana hasilnya.

Jelas persekutuan BOSOWA (Bone, Soppeng, Wajo) dengan segenap panji-panji kebesarannya harus menggagalkan upaya politis itu. Tidak ada kata lain; memang harus melanjutkan peperangan demi menghormati leluhur mereka. Sehingga mulai saat itu perang melawan Gowa bukan sekedar rangkaian episode untuk membuktikan kekuatan militer tetapi juga bernilai religius. Setelah rombongan Gowa dipatahkan, sisanya pulang ke Somba Opu dengan tabah.

Bone di satu sisi, bersama Soppeng dan Wajo, lagi- lagi berhasil mempertahankan status kemerdekaannya. Rasa percaya diri berkobar-kobar dan mereka semakin yakin tentang masa depan; pasti cerah.

Akan tetapi, perasaan itu bertahan hanya sampai beberapa tahun. Beberapa bulan setelah La Tenri Ruwa Arung Palakka (Raja Bone ke-11) naik tahta, rombongan Gowa datang lagi untuk berdiplomasi. Kali ini dengan bala tentara yang lebih kuat berikut alat-alat tempur yang jauh lebih serius. Di Istana, negosiasi diusahakan oleh para ulama sementara pasukan Gowa sudah mengepung Bone. Setelah melalui perdebatan dan diskusi panjang, akhirnya sang raja mengumumkan keputusannya kepada hulubalang (hadat pitu) bersama segenap rakyatnya. Telak sekali, raja itu tidak mendapat dukungan!

Dia jelas termakan intrik para ulama dan pembesar Gowa. Keputusannya menimbulkan ketegangan dikalangan bangsawan kerajan, rakyat, plus sekutu Soppeng dan Wajo. Hanya dia sendiri dan keluarganya yang masuk Islam. Setelah menimbang-nimbang masukan seluruh bangsawan dan rakyat Bone, hadat pitu harus menurunkan raja yang baru berkuasa 3 bulan itu dari tahtanya. Dengan beberapa pengikut dia menyingkir ke pedalaman untuk beberapa waktu sambil menunggu pengikut Nabi Muhammad dari Makassar menjemputnya. Raja yang sudah dilucuti dari kursi kekuasaannya itu berniat tulus untuk mendalami Islam di Bontoala, dan ingin berguru langsung kepada Dato' ri Bandang.

Di sisi lain, kita tahu pasukan Gowa sudah berminggu-minggu mendiami hutan-hutan dan perbukitan; mengepung Bone. Mereka harap-harap cemas menanti keputusan panglimanya; pedang sudah terlanjur ditusukkan ke langit sehingga pantanglah rasanya untuk menyarungkannya kembali. Dan benar, waktu yang ditunggu-tunggu tiba. Raja Bone selanjutnya, La Tenri Pale To Akkeppeang, sudah didudukkan di atas tahta. Tidak ada alasan lagi untuk menunda perang.

Kedua belah pihak bertempur sangat heroik dan habis-habisan, bersama yel-yel kebesaran Tuhan masing-masing. Tetapi, Tuhan kedua belah pihak, tampaknya menginginkan kemenangan bagi pihak penyerang. Begitulah akhirnya La Tenri Pale To Akkeppeang bersama seluruh hulubalang kerajaan (tahun 1611) mengucapkan dua kalimat syahadat dibimbing oleh para ulama Gowa, dan disaksikan oleh siapa saja. Rakyat, kini tidak ada pilihan lain; sebagian masuk Islam sebagiannya ditawan sebagai budak rampasan perang. Seharusnya ini berita baik jika tidak diikuti dengan, Bone harus mengaku kalah perang dan tunduk pada kekuasaan Gowa. Di lain sisi, Soppeng, dan Wajo pun kisahnya sama; kedua negara itu tunduk pada Gowa, dan masuk Islam.

Begitulah Bone mendapatkan Islam. Meskipun cukup banyak bangsawan yang ditawan oleh Kerajaan Gowa, tetapi hubungan antara Bone dan kerajaan induk (Gowa) dapat terjalin dengan harmonis. Basis Studi Islam di Bontoala mulai menarik banyak kalangan, sehingga permusuhan yang tercermin dalam perang yang telah berlalu itu; dengan mudah terlupakan. Perang antara Gowa dan Bone di kemudian hari, sudah kembali ke pokok masalahnya; murni tentang politik kekuasaan.

Comments


  • YouTube
  • Instagram Social Icon
  • Facebook Social Icon
LEARN MORE

gETTENG  LEMPU  NA  ADA TONGENG

Alamat:

Jln. Perintis Kemerdekaan 3

BTN Antara Blok A21 No.2, Makassar, 90245.

Sulawesi Selatan, Indonesia.

Telp. +62 82296390902

bottom of page